close
iklan 150 x 650 kanan

Kamis, 23 April 2015

Pesona Gunung Rakutak

Setelah sekian lama gak nanjak, akhirnya long weekend kali ini (3-5 April), saya dan Titi memutuskan untuk kembali menjejakkan kaki di ketinggian. Berhubung mulai membludaknya pendaki di gunung-gunung Jawa Barat seperti Gede-Pangrango, Papandayan, dan Cikuray, akhirnya pilihan jatuh ke sebuah gunung yang terletak di pinggiran kota Bandung, tepatnya di Kecamatan Pacet, Desa Sukarame. Belum banyak orang yang tahu tentang gunung yang mempunyai ketinggian 1922 mdpl ini. Aksesnya cukup mudah dijangkau, dari terminal leuwi panjang dapat ditempuh dengan tiga kali ganti angkot sampai di pintu gerbang desa sukarame, tempat basecamp himpala rakutak berada.


Perjalanan diawali dari Manggarai. Kami memutuskan untuk naik bus primajasa dari pool bus Cililitan. Sampai cililitan pukul 7.30, langsung mencari tempat penitipan motor di seberang pool bus, biayanya cukup murah, hanya Rp 5000 saja per malamnya. Saat tiba di pool bus, kami dihadapkan dengan pemandangan ratusan (atau mungkin ribuan?) orang yang sedang menunggu bus yang belum juga datang. Karena ramainya penumpang, kami diharuskan mengantri dengan mengambil nomer antrian. Untuk bus tujuan Bandung, kami mendapat nomor urut 346 dan 349. Sedangkan bus tujuan Garut dan Tasik nomor antriannya sudah lebih dari 1000 (bisa dibayangin kan berapa lama nunggunya? :P).

Sekitar pukul 11.00 akhirnya kami bisa duduk dengan tenang di bangku empuk bus primajasa setelah lebih dari tiga menunggu. Di dalam bus saya mendengar ucapan sang kenek bus yang mengatakan bahwa terlambatnya bus disebabkan oleh perjalanan bus dari bandung ke jakarta yang ditempuh sekitar tujuh jam (what? mau berapa lama sampe Bandung?). Untungnya waktu tempuh sampai bandung tidak selama yang dipikirkan, sekitar pukul 3 kami sudah tiba di terminal Leuwi Panjang. Setelah mengisi perut dengan sepiring nasi goreng dan semangkuk bubur (ini buat berdua loh), kami memutuskan untuk tidur di depan sebuah minimarket di luar terminal.

Langit mulai terang, pukul 7.00 perjalanan dilanjutkan. Dari terminal Leuwi Panjang naik angkot ke arah kebon kelapa dengan harga Rp 4000. Kemudian dilanjut dengan elf jurusan Bandung-Majalaya, turun di pasar Ciparay dengan biaya Rp 10.000. Di sini kami melengkapi perbekalan untuk pendakian kali ini. Dari Ciparay hanya tinggal sekali naik angkot warna kuning menuju Desa Sukarame, tarifnya Rp 6000.

Sampai di gerbang Desa Sukarame, dilanjut dengan berjalan kaki sekitar 10menit menuju basecamp Himpala Rakutak. Dari basecamp, kami diantar menuju rumah kang Agus, senior himpala. Sayangnya kami tidak bertemu kang Agus di sana karena kang Agus beserta senior himpala lainnya sedang melakukan pendakian rutin setiap malam jumat di Gunung Rakutak. 

ketutupan jari nih potonya xD


Setelah beristirahat sejenak dan mengurus perijinan pendakian, sekitar pukul 9.30 kami memulai pendakian dengan dibekali dua buah bibit pohon yang harus kami serahkan kepada penjaga warung di atas (iya, gak salah baca kok, di Rakutak emang ada warungnya :D). Dimulai dengan menyusuri gang sempit perumahan warga, dilanjut dengan melewati perkebunan warga dengan buah yang sudah hampir ranum terus menggoda untuk dipetik di sepanjang perjalanan. Ada tanaman kopi, cabai, tomat, singkong, bahkan kami juga menemukan tanaman kacang merah yang ditanam warga.  Hujan yang mengguyur pada malam sebelumnya membuat jalur yang dilewati penuh dengan lumpur, sehingga alas sepatu kami menjadi tebal. Di tengah perjalanan kami berpapasan dengan rombongan kang Agus yang baru turun.

Karena jalur Gunung Rakutak masih jarang dilewati orang, maka di beberapa titik masih terdapat jalur yang tertutup ilalang cukup tinggi, yang paling tinggi ada yang setinggi kepala orang dewasa. Jalur perkebunan di akhiri di warung kang Ihin (bisa delivery order juga loh dari atas, tinggal sms aja). Kira-kira pukul 14.00 kami tiba di sini. Sejenak kami merenggangkan otot-otot yang mulai tertarik sembari bertegur sapa dengan kang Ihin. Warung kang Ihin menjual macam-macam gorengan, ada lontong, dan juga air minum botolan yang diambil dari mata air dan dimasak dengan kayu bakar. Karena perut yang sedari tadi sudah minta diisi, akhirnya kami putuskan untuk berjalan sedikit ke atas dari warung kang Ihin, lalu kami membongkar perbekalan (gak enak cuy masak di depan warung xD). Makan mie instan di gunung memang selalu jadi lebih nikmat, haha. Setelah memulihkan tenaga, kami melanjutkan perjalanan, dari batas warung kang Ihin, jalurnya mulai memasuki hutan dan semakin terjal, ditambah lagi tanah basah yang membuat jalur menjadi licin (hati-hati yah kalo ke sini musim hujan).

Ini nih salah satu tanjakannya

Sepanjang jalur pendakian tak satu pun kami menemukan kelompok pendaki lain. Kami terus berjalan diliputi rasa cemas, takut tersasar. Yang mengiringi perjalanan kamii hanyalah suara-suara burung dan segerombol monyet yang membuat gadung di atas pohon, mungkin mereka takut dengan kedatangan kami. Jalur di dalam hutan cukup terjal, dan banyak akar. Beberapa kali kami harus memaksa otot-otot di kaki untuk bekerja ekstra memanjat lahan yang cukup tinggi. Pukul 16.00 kami tiba di pos Tegal Alun (jangan bayangin ada edelweiss di sini, ini bukan Tegal Alunnya Gunung Papandayan loh :P). Lega sekali rasanya saat bertemu pendaki lain yang sudah lebih dulu mendirikan tenda di sini. Tegal Alun ini cukup luas, kira-kira delapan tenda dapat didirikan di sini. Mengingat persediaan air kami yang tinggal 2 botol, akhirnya diputuskan untuk mendirikan tenda dekat dengan kelompok pendaki yang sudah lebih dulu tiba. Sejenak beritirahat sambil bercengkrama para pendaki yang terdiri dari empat orang tersebut.
cieee tenda baru :P


Ini diajak narsis ama Titi :P

Menjelang malam, saya mengirim SMS ke kang Ihin untuk minta diantarkan 3botol air minum dan gorengan, lalu kami mulai menyiapkan makan malam. Tumis kangkung, cumi asin dan beberapa potong melon menjadi hidangan pengantar tidur malam ini. Sambil. Beberapa saat kemudian anak-anak kang Ihin tiba membawa pesanan kami, harganya cukup murah, hanya Rp 3000 untuk perbotol air 1,5liter dan Rp 1000 untuk gorengan perbuahnya, ditambah dengan ongkos antar seiklasnya.

Sayangnya di Tegal Alun kami tidak bisa menikmati pemandangan sekitar. Kata salah seorang dari tetangga sebelah tenda, kalau camp di puncak bisa jelas melihat pemandangan langit dan kelap kelip lampu kota Bandung (lain kali mau naik ke rakutak lagi, terus ngecamp di puncak,, harus! :D). Sebelum tidur Titi membuat agar-agar sebagai bekal summit attack esok.

Enaknya mendaki berdua adalah bisa bangun sesuka hati tanpa didesak ajakan untuk mengejar sunrise di puncak. Pukul 7.00 kami bangun dan keluar tenda melihat sudah bertambah dua kelompok pendaki yang mendirikan tenda di sekitar kami. Setelah merapihkan barang-barang di dalam tenda dan menyiapkan perbekalan, kami melanjutkan perjalanan menuju puncak. Jalur yang lebih terjal sudah menunggu kami di depan, tapi udara segar yang dapat kami hirup pagi itu menambah semangat untuk menghadapi tanjakan demi tanjakan yang kami hadapi.
Gunung Rakutak terdiri dari tiga puncak, yaitu puncak satu, puncak dua, dan top rakutak. Perjalanan dari Tegal Alun menuju puncak 1 ditempuh sekitar 45 menit. Puncak satu merupakan lahan terbuka yang hanya cukup untuk mendirikan dua tenda ukuran besar. Di atas sini kami disuguhi pemandangan kota bandung dan beberapa gunung di jawa barat seperti Papandayan dan cikuray yang ada di Garut, ada juga Tangkuban Perahu (liat dari asep asepnya sih kayaknya bener, haha), ada Ciremai juga (katanya sih ada, tapi gak tau yang mana, banyak banget gunungnya :P) jalur terjal yang kami lewati menuju puncak pun terlihat jelas dari sini. Setelah puas menikmati pemandangan alam, kami melanjutkan perjalanan ke puncak dua.
Jalan satu-satunya menuju puncak dua adalah jalan setapak kecil yang hanya bisa dilalui satu orang dengan pemandangan jurang di kanan-kirinya, salah langkah sedikit dapat mengakibatkan malaikat Izrail datang menjemput lebih cepat (hiiii…seremm). Karena jalurnya yang tipi situ, banyak pendaki yang menjuluki jalan tersebut sebagai jembatan shirotol mustaqim. Jalur ini dapat ditempuh sekitar 30 menit.
Mulai masuk ke shirotol mustaqim

Batu ini ada di tengah shirotol mustaqim
Sesampainya di puncak dua, kami bertemu pendaki yang bermala di sini. Sama seperti puncak satu, di puncak dua juga merupakan lahan terbuka, dan hanya cukup untuk dua tenda ukuran besar. Kami memilih tempat di samping tenda salah satu kelompok lalu mengeluarkan peralatan masak. Spaghetti bolognese menjadi menu utama sarapan, ditemani agar-agar, beberapa potong melon, dan nutrisari hangat.

Habis sarapan, tak ketinggalan foto-foto selfie di puncak dua, sayangnya pemandangan Gunung Cikuray yang menjadi background foto mulai tertutup awan. Sekitar pukul 10.00 kami turun menuju Tegal Alun. Tak seperti waktu naik, perjalanan kami turun menuju Tegal Alun hanya membutuhkan waktu 45 menit saja. Setelah beristirahat sejenak di Tegal Alun sambil foto-foto (lagi), kami bersiap untuk turun ke basecamp.
Cheese!

Keju!

at puncak penuceria :D

Kalo yang ini selfie di tegal alun

Hujan deras menemani perjalanan turun kami menerobos hutan. Hanya 30 menit waktu yang kami lewati sampai maka diputuskan untuk berteduh di warung bersama kelompok pendaki lain yang baru naik (petirnya sereemm..). perjalanan dilanjutkan setelah hujan mulai reda. Masih ditemani gerimis, pemandangan perkebunan terhampar memanjakan mata selama perjalanan turun. Tak adanya sampah menambah pesona di jalur Gunung Rakutak ini. Rasanya kami tak akan pernah bosan untuk menginjakkan kaki di sini.




1 komentar: