"Kamu jahat! Kamu jahat! Kamu tahu kan, selama ini cuma kamu yg aku
sayang, cuma kamu yang selalu aku pikirkan, cuma kamu yang selalu aku harap
bisa ada di sampingku." Tangis Viona pecah seketika di depan Rei. Ia tak
kuasa menahan air mata yang sedari tadi tertahan di pelupuk matanya.
"Kemana janji-janjimu dulu? Kau bilang kau akan terus ada untukku, kau
selalu bilang tidak ada seorangpun yang bisa memisahkan kita. Sekarang dengan
alasan klisemu kau pergi begitu saja." Tangisnya semakin menjadi-jadi.
Kini hatinya hancur. Orang yang selama ini mengisi hatinya telah pergi. Viona merasa
kehilangan sandaran hidupnya.
***
Viona menatap bingkai foto kayu berisi foto-fotonya dengan Rei. Ia
masih tak bisa merelakan kepergian kekasihnya itu. Kemudian kenangan-kenangan
bersama Rei mulai bermunculan di kepalanya.
Ia ingat saat pertama kali mereka bertemu di sebuah event sosial komunitas
tempat mereka berdua bergabung. Pandangan mereka bertemu saat sedang estafet
mengangkut barang-barang yang akan di sumbangkan untuk panti asuhan. Belum ada
cinta yang mengalir saat itu. Tapi dari pandangan mata itulah yang kemudian
membuat mereka saling mengenal.
Setelah semua barang diangkut ke dalam panti, Rei menghampiri Viona,
sekedar menyapa dan mengajaknya berkenalan.
"Hai, sendirian aja nih?" Sapa Rei.
"Hai juga, iya nih bingung mau ngapain lagi, hehe.." Jawab Viona sambil
tertawa kecil.
"Oiya, aku Rei." Ucap Rei sambil mengulurkan tangannya
"Viona." Sahut Viona singkat sembari menyambut uluran tangan Rei.
Awal yang singkat memang. Tapi perkenalan itu yang membuat mereka semakin
dekat. Membuat benih-benih cinta mulai bermekaran di hati mereka berdua. Sejak
saat itu, di mana ada Rei selalu ada Viona, begitupun sebaliknya. Mereka tak
pernah absen menghadiri event-event komunitas berdua, atau sekadar jalan-jalan
ke mall untuk nonton film maupun untuk makan siang. Semakin lama cinta di
antara mereka tumbuh semakin subur.
***
Air mata Viona semakin deras mengalir mengenang kisah-kisah indah mereka
berdua. Kini pikirannya tertuju pada satu kenangan yang tak pernah bisa
dilupakan. Kenangan saat orang tua Viona tau tentang hubungannya dengan Rei.
Hubungan mereka tak mendapat restu. Tapi dengan sabar Rei terus menguatkan Viona.
"Apa kamu yakin dengan hubungan kita?" Pertanyaan Viona memecah
keheningan di antara mereka
"Kenapa tiba-tiba kau tanya tentang itu? Sudah pasti aku yakin.
Sekarang aku di sini, di sampingmu, dan selamanya akan tetap di sini denganmu
tak peduli jika orang tuamu tak setuju. Aku tetap di sini, aku tetap ada
untukmu." Jawab Rei meyakinkan Viona.
"Kau percaya pada cinta kan? Aku yakin cinta pasti akan menemukan
jalannya, sesulit apapun masalah yang menghalangi kita. Aku tetap di sini.
Menjadi benteng pertahananmu yang akan selalu melindungimu, menyayangimu,
sampai kapanpun." Kata-kata dari Rei itulah yang selalu membuat Viona
yakin akan hubungan mereka.
Tapi sekarang semua kata-kata manis itu sudah tak berguna. Viona hanya bisa
mencoba ikhlas dengan apa yang terjadi. Ia kemudian jadi ingat kata-kata dari
sahabatnya.
“Cinta bisa saja datang dan pergi, silih berganti, sampai kau benar-benar
akan bertemu cinta sejatimu suatu hari nanti. Tak usah kau sesali cinta yang
sudah pergi, tak usah kau tangisi juga kepergiannya. Hidupmu masih harus terus
berlanjut walau tanpa hadirnya. Ingatlah, cinta sejatimu masih setia menunggu
di depan sana.”
Viona menghapus air matanya. Ia bertekad untuk tidak bersedih lagi. Ia akan
mencoba mengikhlaskan kepergian Rei. Hanya doa tulus dari dalam hati yang bisa
dipanjatkan untuk Rei.
“Semoga kau bahagia kelak, dengan lelaki pilihanmu, Reina.”
Hidup dan cinta memang perihal menemukan dan kehilangan. Tapi kata-kata semoga kau berbahagia dengan yang lain adalah kalimat yang belum kurasa benar-benar mengandung keikhlasan, karena menurut saya cinta itu harus memiliki. haha :p
BalasHapuseniwei,, followback blogku omjok :p
tapi kadangkala cinta juga tak bisa dimiliki dhan :P
Hapussippoo..
udah di follback yah,
yg rumah kata kan?